“makan-makan” kata nurudin ketika makanan telah tersaji
beserta lauk mie goring yang dimasak dengan bumbu cinta persahabatan oleh
nurudin. Semua berkumpul ala keluarga sebuah……yang tidak pantas untuk
disebutkan karena memang tak pantas. Makan-makan pun selesai, Kemi berkumpul,
entah apa yang akan dibicarakan. Hanif, inova, igfah, uus, sekar, nunung,
nurudin, hisyam, supri, oji (sang sutradara), nano, faik. Salam terdenga sangat
serius dari bibir sang sutradara. Beberapa patah kata yag sangat serius mengikuti
satiap tatapan mata kami kepadanya. “sekarang kalian keluarkkan semua keluhan
kalian dalam proses produksi ini, dan juga komentar kalian tentang
penyutradaraanku”. Kata itu seperti terucap dari dalam hatinya.
Semua diam, tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut
kami termasuk juga sang sutradara yang segera memandangkan wajahnya
kelangit-lagit sanggar. Tak begitu lama ifah segera mengisi kesunyian, ia
memulai untuk berbicara dan juga berkomentar tentang apa yang telah dikatakan
sang sutradara. Ifah selesai bicara, dilajutkan dengan hisyam dengan gaya
religinya ketika mengakhiri pembicaraan dengan mengirim fatikhah untuk
kenyamanan bersama. “ aku juga sama dengan teman-teman semua” kata faik, supri,
urudin, inova dan juga hanif yang saking semangatnya mengikuti proses walau
halangan dan rintangan mengahadangnya. Kemudian aku yang sedikit bercakap dan
juga mengeluh, lanjut dengan uus yang sudah empat hari tidak buang air besar,
dan yang terakhir adalah nunung yang sepintas sama dengan yang lainya. Tapi
maaf sebelumnya, sebenarnya setelah itu kita makan-makan dan melanjutkan
kembali dengan sekar yang saat itu tidak berada disanggar dan juga itta, tapi
dia tidak berkomentar karena ia tidak mengikuti proses bersama kita.
Setelah semua komentar mengalir seperti air, kini tinggal
giliran sang sutradara yang berkomentar. Raut wajah religious, tatapan matanya
penuh dengan angan-angan, keppalanya seperti memiliki berbagai beban yang akan
ia keluarkan melalui kata-kata. Tanganya segera merapikan rambut yang berantakan
dan syair-syair yang perlahan-perlahan merasuk dalam telinga dan merasuki
pikiran dan juga hati kami. Suasana menegangkan mulai terbangun, kami diam
mendengar kata-katanya, suara alunan music anak band di bawah sanggar terus
berdendang mengisi ketegangan kami.
“sudah kalian ungkapkan keluhan-keluhan kalian dan juga
komentar kalian atas bagaimana sistem penyutradaraaku, aku yakin komentar
kalian atas penyutradaraanku dalam hal kesempurnaan adalah bohong! Dan saya
yakin itu” suara pelan yang nadanya semakin mininggi, seolah-olah menggugah dan
menarik perhatian kami terhadapnya.
“komentar kalian terlalu menganggap aku sempurna, tapi aku
tak sesempurna apa yang kalian pikirkan, aku juga mengeluh seperti kalian,
masalah keluarga, kuliah yang terbengkelai dan juga hal-hal yang memang tak
bisa aku ugkapkan. Aku rasa anggapan kalian tentang kesempurnaanku itu akan
membuat kalian itu terpuruk, kalian akan selalu menjadi antek-antek yang tidak
bisa melakukan semua hal yang memang seharusnya kalian bisa untuk melakukanya.
Keberadaanku disini hanya membelenggu kreatifitas kalian dan juga kepercayaan
diri kalian” diam sejenak sekitar 10 menit.
“kampus kita hanya menganggap UKM teater sebagai formalitas
untuk perguruan tinggi kita dan itu tidak lebih, mengadakan pelatihan, dapat
sertifikat, ya sudah hanya itu..kata mereka. Proses produksi kita yang tinggal
16 hari lagi ini tidak mendapatkan dukungan dari pihak kampus baik itu secara
materi maupun dukungan non materi. Keberadaan kita seperti halnya batu besar di
lereng gunung yang menjadi tanda bahwa itu adalah lereng gunung yang terdapat
sebuah batu.”
Diam sejenak
“mereka tak mengakui kita, jadi kalupun kalian berjuang
mati-matianpun tak akan mendapatkan pujian yang berupa dukungan ataupun
pengakuan, kalian akan disonbongkan ketika kalian sudah berkarya tapi itu juga
hanya sebatas hari itu,”
Beberapa kali ia megusap wajahnya
“mengenai masalah-masalah kalian baik itu dengan orang tua,
kemampuan dan juga berbagai masalah yang lain, itu juga sama dengan apa yang
aku rasakan, apa kalian tahu seberapa menderitanya aku ketika aku diberi
pertanyaan bagaimana kuliahku, apa kalian juga tahu kalau setiap hari aku
menangis ketika adzan berkumadang dan aku merasa ibuku sedang menagis dirumah,
dan apa kalian akan membiarkan semua itu terus terjadi padaku” air matanya
menetes deras,,
“dan atas beberapa alasan tadi, aku mengundurkan diri
sebagai seorang sutradara, dan aku meminta kepada kalian untuk terus menggaarap
dan mengantarkan naskah ini sampai kepada pementasan” ia dia dan juga dengan
air mata yang terus mengalir.
Semua terpana dan tak tahan membendung air mata yang seakan
selalu menembus dinding mata hingga membanjiri pipi-pipi mereka. Sang sutradara
berlari untuk keluar dari sanggar, namun bulurah “inova” segera mengaanginya.
Seperti akan kehilangan seorang saudara kadung, beberapa teriakan dan juga
rintihan meyelimuti ruang sanggar gerak. Air mata semakin deras membanjiri
wajah-wajah merah itu. Semua dia hanya beberapa patah kata yang tak jelas
terdengar. Malam terus berlangsung, alunan music juga masih terdengar
menggebu-gebu.
Tapi aneh, aku tak merasakan sedih sedikitpun, logikanya
memang seharusnya sedih, bayangkan tinggal 16 hari lagi menjelang pementasan
sang sutradar mengundurkan diri dengan seenaknya. Tapi sumpah tak ada rasa
sedihpun menghampiri pikiran dan juga hatiku. Bagiku sang sutradara akan terus
menemani kami dan mengantarkan kami sampai kepada pementasan dia hanya
mengalami down. Aku mengatakan semua itu kepada mereka semua setelah beberapa
lama mereka diam. Mendengar apa yang aku katakana mereka sedikit memberikan
senyuman mereka walaupun hanya secuil. Suasana hening kembali, namu nurudin
mengucapkan sesuatu” kita harus cari tali plastic”, “untuk apa” tanya salah
satu dari kami,” untuk mengikat sutradara biar tidak bisa pergi” seperti
menemukan sebuah oase di padang pasir, mereka tersenyum lebar hingga sang
sutradarapu ikut tersenyum. Aku mengartikan senyuman itu sebagai sebuah
persetujuan bahwa ia tidak jadi untuk mengundurkan diri. Semangat walaupun
sesaat . kesedihanpun hilang canda dan tawa mulai hadir kembali……….wiht heart, with
imposibel, with corporation, with frien ship, and all happines