Thursday 27 December 2012

derap langkah dan motifasi writer

berjalan dari sebuah keterpurukan dan juga penderitaan yang sudah lama bersemayam dilandasan kehidupan. masih jelas teringat saat pertamakali sebuah keyakinan untuk mnjadi seorang penulis. sebuah cita-ita yang dulunya belum tergambar jelas dlam otaknya. aat itu ayahnya bertanya kepada supri tentang apa cita-cita yang ingin dia raih dalam kehidupanya. "aku ingin menjadi seorang yang setiap hari memegang pupen" dengan polos ia katakan itu kepada ayahnya. jri-jrinya menggenggam sebuah pulpen berwarna hitam. ia asyik bermain dengan pulpen itu.

saat itu malam telah menunjukan kedinginannya. ia berjalan pelan, memandangi setiap sisi jalan yang ia lewati. angin semribit terus menerjang setiap helai rambut panjangnya yang tak pernah ia sisir. suara aning menggonggong, rintihan binatang malam dan juga beberapa suara kerasa yang keluar dari sebuah mesin sepeda motor yang sesekali lewat di sampingnya. perjalanan seorang penulis adalah memahami stiap sudut kehidupan yang hendak ia curahkan di sebuah kertas untuk mengatakan pada halayak ramai tentang keadan hidup masyarakat yang kian hari makin tak karuan.sebuh kata-kata dari seorang yang telah ia anggap sebagai seorang guru terus terngiang di teliganya. derap langkahnya semakin malam semakin tak terlihat hingga ia menghilang di dalam kegelapan.
" "
"hha..anak muda jangan kau terlalu gegabah untuk menjadi seorang seniman terkenal sebelum kau mengecap yang namanya kepahitan dalam kehidupan, hingga ketika rasa pahit itu datang menghampirimu lagi kau akan bahwa kepahitan itu adalah sebuah rasa manis yang akan membuatmu melayang. sampai sekarangpu aku belum pernah merasakan itu rasa yang sangat aku dambakan dalam hidupku yaitu rasa pahit yang berubah menjadi manisnya kehidupan. kerak- kerak air mata akan berubah menjadi kerak emas, pusingnya kepal akan berubahmenjadi mimpi indah, dan perjalanan sunyi yang kau lakukan akan menjadi sebuah perjalalan dimana setiap orang yang melihatmu akan terkagum-kagum.jangan kau berfikir berkarya satukali kau akan menjadi orang hbat dan di akui". seorang kakek dengan sebuah rangsel yang terikat kencang di punggungnya, dengan baju yang tak berwarna seperti saat baru beli di toko. kakaek itu berjalan pelan tanpa memandang supri. 
"kakek bukankh malam yang kulalui sudah tidak lagi menjadi malam, bukankah siang yang kulalui sudah tk menjadi siang. kehidupan yang kujalani juga bukan lagi kehidupan yang aku ingini. aku bergelut dengan imajinai-imajinasi yang tak laku untuk dijual. aku dan imajinasiku hilang seperti hilangnya keringat saat kita mengguyurkan air untuk mandi. ku telah hidup di alam pemikiran, hayalan yang sudah kubangun untuk menghibur diriku."
"jangan terlalu banyak berharap dari apa yang kau lakukan untuk dirimu, karena itu akan menjadi sebuah benalu yang setip hari menggerogoti setiap apa yang kau dapatkn, bersyukurlah, maka kamu akan mendapatkan yang lebih baik lagi."

 


Apa itu Psikologi Komunikasi? ~ Jurusan Ilmu Komunikasi | Kuliah Komunikasi | Broadcasting | Public Relation | Advertising

Apa itu Psikologi Komunikasi? ~ Jurusan Ilmu Komunikasi | Kuliah Komunikasi | Broadcasting | Public Relation | Advertising

Monday 17 December 2012

Kawaii Hime: Misteri Di Balik Lukisan Monalisa

Kawaii Hime: Misteri Di Balik Lukisan Monalisa: Mungkin sobat pernah melihat lukisan yang ada di samping ini bukan? Entah itu di Museum, atau mungkin di tempat-tempat tertentu. Mungkin...

Saturday 1 December 2012

Malam SABTU 15 hari sebelum pementasa




Ternyata dugaanku salah, dia benar-benar mengundurkan diri dan meminta waktu dua hari untuk merefres otaknya di sanggar. Kami semua  berlatih sendiri tanpa ditemani oleh sutrarada(manfud faozi). Seperti anak ayam yang kehilangan, tak terorganisif, pemanasan demi pemanasan terasa hambar, rasa semangat juga sedikit berkurang. Tapi tetap latihan, beberapa adegan segera dimulai mulai dengan olah nafas, olah vocal, dan olah sukma.
“seperti biasa 1 tarik, 2 tahan, 3 hembuskan lewat mulut”
“1 tarik nafas, 2 tahan, 3 hembuskan dengan vocal a ditekan”
“1 tarik nafas, 2 tahan, 3 hembuskan dengan vocal AIUEO”
“1 tarik nafas, 2 tahan, 3 hembuskan dari A-Z”
Nunung menginstruksikan
Lajut dengan iful, nurudin, hilma, dan supri yang menginstruksikan untuk menyanyikan lagu balonku ada lima dengan huruf vocal yang diganti dengan huruf vocal i semua.
Semua hampir sama olah vocal.
Lanjut dengan bermeditasi a atau yang biasa di sebut dengan olah sukma. Duduk bersila, mata terpejam, memusatkan pandangan kepada satu titik, dan jadilah meditasi.................jessss melayang................
Latihan segera dimulai dari adegan pertama, kedua ketiga keempat yang berjalan lancar.
Musik dan nyanyian sholawat juga terdengar mengharubiru seiring dengan adegan-adegan yang di perankan..........
Lama berjalan, ia datang dengan raut wajah penuh dengan misteri. Duduk diam dan coba untuk membantu di musik.  Ya latihan selesai...... makan malam segera dimulai.......dan juga evaluasi...dilanjut dengan kejutan ulang tahun kepada nunung....oleh teman-teman semua.....selamat ulang tahun...MAAF LAGI BOSA MENULIS


malam jum'at 16 hari menjelang pementasan




“makan-makan” kata nurudin ketika makanan telah tersaji beserta lauk mie goring yang dimasak dengan bumbu cinta persahabatan oleh nurudin. Semua berkumpul ala keluarga sebuah……yang tidak pantas untuk disebutkan karena memang tak pantas. Makan-makan pun selesai, Kemi berkumpul, entah apa yang akan dibicarakan. Hanif, inova, igfah, uus, sekar, nunung, nurudin, hisyam, supri, oji (sang sutradara), nano, faik. Salam terdenga sangat serius dari bibir sang sutradara. Beberapa patah kata yag sangat serius mengikuti satiap tatapan mata kami kepadanya. “sekarang kalian keluarkkan semua keluhan kalian dalam proses produksi ini, dan juga komentar kalian tentang penyutradaraanku”. Kata itu seperti terucap dari dalam hatinya.
Semua diam, tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut kami termasuk juga sang sutradara yang segera memandangkan wajahnya kelangit-lagit sanggar. Tak begitu lama ifah segera mengisi kesunyian, ia memulai untuk berbicara dan juga berkomentar tentang apa yang telah dikatakan sang sutradara. Ifah selesai bicara, dilajutkan dengan hisyam dengan gaya religinya ketika mengakhiri pembicaraan dengan mengirim fatikhah untuk kenyamanan bersama. “ aku juga sama dengan teman-teman semua” kata faik, supri, urudin, inova dan juga hanif yang saking semangatnya mengikuti proses walau halangan dan rintangan mengahadangnya. Kemudian aku yang sedikit bercakap dan juga mengeluh, lanjut dengan uus yang sudah empat hari tidak buang air besar, dan yang terakhir adalah nunung yang sepintas sama dengan yang lainya. Tapi maaf sebelumnya, sebenarnya setelah itu kita makan-makan dan melanjutkan kembali dengan sekar yang saat itu tidak berada disanggar dan juga itta, tapi dia tidak berkomentar karena ia tidak mengikuti proses bersama kita.
Setelah semua komentar mengalir seperti air, kini tinggal giliran sang sutradara yang berkomentar. Raut wajah religious, tatapan matanya penuh dengan angan-angan, keppalanya seperti memiliki berbagai beban yang akan ia keluarkan melalui kata-kata. Tanganya segera merapikan rambut yang berantakan dan syair-syair yang perlahan-perlahan merasuk dalam telinga dan merasuki pikiran dan juga hati kami. Suasana menegangkan mulai terbangun, kami diam mendengar kata-katanya, suara alunan music anak band di bawah sanggar terus berdendang mengisi ketegangan kami.
“sudah kalian ungkapkan keluhan-keluhan kalian dan juga komentar kalian atas bagaimana sistem penyutradaraaku, aku yakin komentar kalian atas penyutradaraanku dalam hal kesempurnaan adalah bohong! Dan saya yakin itu” suara pelan yang nadanya semakin mininggi, seolah-olah menggugah dan menarik perhatian kami terhadapnya.
“komentar kalian terlalu menganggap aku sempurna, tapi aku tak sesempurna apa yang kalian pikirkan, aku juga mengeluh seperti kalian, masalah keluarga, kuliah yang terbengkelai dan juga hal-hal yang memang tak bisa aku ugkapkan. Aku rasa anggapan kalian tentang kesempurnaanku itu akan membuat kalian itu terpuruk, kalian akan selalu menjadi antek-antek yang tidak bisa melakukan semua hal yang memang seharusnya kalian bisa untuk melakukanya. Keberadaanku disini hanya membelenggu kreatifitas kalian dan juga kepercayaan diri kalian” diam sejenak sekitar 10 menit.
“kampus kita hanya menganggap UKM teater sebagai formalitas untuk perguruan tinggi kita dan itu tidak lebih, mengadakan pelatihan, dapat sertifikat, ya sudah hanya itu..kata mereka. Proses produksi kita yang tinggal 16 hari lagi ini tidak mendapatkan dukungan dari pihak kampus baik itu secara materi maupun dukungan non materi. Keberadaan kita seperti halnya batu besar di lereng gunung yang menjadi tanda bahwa itu adalah lereng gunung yang terdapat sebuah batu.”
Diam sejenak
“mereka tak mengakui kita, jadi kalupun kalian berjuang mati-matianpun tak akan mendapatkan pujian yang berupa dukungan ataupun pengakuan, kalian akan disonbongkan ketika kalian sudah berkarya tapi itu juga hanya sebatas hari itu,”
Beberapa kali ia megusap wajahnya
“mengenai masalah-masalah kalian baik itu dengan orang tua, kemampuan dan juga berbagai masalah yang lain, itu juga sama dengan apa yang aku rasakan, apa kalian tahu seberapa menderitanya aku ketika aku diberi pertanyaan bagaimana kuliahku, apa kalian juga tahu kalau setiap hari aku menangis ketika adzan berkumadang dan aku merasa ibuku sedang menagis dirumah, dan apa kalian akan membiarkan semua itu terus terjadi padaku” air matanya menetes deras,,
“dan atas beberapa alasan tadi, aku mengundurkan diri sebagai seorang sutradara, dan aku meminta kepada kalian untuk terus menggaarap dan mengantarkan naskah ini sampai kepada pementasan” ia dia dan juga dengan air mata yang terus mengalir.
Semua terpana dan tak tahan membendung air mata yang seakan selalu menembus dinding mata hingga membanjiri pipi-pipi mereka. Sang sutradara berlari untuk keluar dari sanggar, namun bulurah “inova” segera mengaanginya. Seperti akan kehilangan seorang saudara kadung, beberapa teriakan dan juga rintihan meyelimuti ruang sanggar gerak. Air mata semakin deras membanjiri wajah-wajah merah itu. Semua dia hanya beberapa patah kata yang tak jelas terdengar. Malam terus berlangsung, alunan music juga masih terdengar menggebu-gebu.
Tapi aneh, aku tak merasakan sedih sedikitpun, logikanya memang seharusnya sedih, bayangkan tinggal 16 hari lagi menjelang pementasan sang sutradar mengundurkan diri dengan seenaknya. Tapi sumpah tak ada rasa sedihpun menghampiri pikiran dan juga hatiku. Bagiku sang sutradara akan terus menemani kami dan mengantarkan kami sampai kepada pementasan dia hanya mengalami down. Aku mengatakan semua itu kepada mereka semua setelah beberapa lama mereka diam. Mendengar apa yang aku katakana mereka sedikit memberikan senyuman mereka walaupun hanya secuil. Suasana hening kembali, namu nurudin mengucapkan sesuatu” kita harus cari tali plastic”, “untuk apa” tanya salah satu dari kami,” untuk mengikat sutradara biar tidak bisa pergi” seperti menemukan sebuah oase di padang pasir, mereka tersenyum lebar hingga sang sutradarapu ikut tersenyum. Aku mengartikan senyuman itu sebagai sebuah persetujuan bahwa ia tidak jadi untuk mengundurkan diri. Semangat walaupun sesaat . kesedihanpun hilang canda dan tawa mulai hadir kembali……….wiht heart, with imposibel, with corporation, with frien ship, and all happines