PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA MATERI BILANGAN BULAT
MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DI KELAS V
SD NEGERI BREBES 11
PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan dalam rangka menyelesaikan studi strata 1
untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan
Oleh
Enggun Gunawan
1401909056
JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011
PENGESAHAN
Proposal yang berjudul Peningkatan
Kualitas Pembelajaran Matematika Pada Materi Bilangan Bulat Melalui Pendekatan
Pembelajaran Kontekstual
di Kelas V SD Negeri Brebes 11.
Telah disetujui dan disahkan,
Hari :
Tanggal :
Dosen Pembimbing I
Dra. Noening Andrijati, M.Pd
NIP 19680610 199303 2
002
|
Dosen Pembimbing II
Drs. Teguh Supriyanto, M.Pd
NIP 19611018 198803 1 002
|
Mengetahui,
Koordinator PGSD UPP Tegal
Drs. Yuli Witanto
NIP 19640717 198803 1 002
A. Judul
Peningkatan Kualitas
Pembelajaran Matematika Pada Materi Bilangan Bulat Melalui Pendekatan
Pembelajaran Kontekstual di Kelas V SD Negeri Brebes 11.
B. Bidang Kajian
1.
Mata Pelajaran : Matematika
2.
Bidang Kajian :
Strategi Pembelajaan
C. Pendahuluan
1.
Latar
Belakang Masalah
Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional tercantum bahwa Pendidikan Nasional harus mampu menjamin
pemerataan kesempatan pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan
tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global (2010: 2). Hal ini
dikarenakan pendidikan merupakan salah satu hal penting untuk kemajuan suatu
bangsa. Maka untuk menghasilkan sumber daya manusia sebagai subjek dalam
pembangunan, diperlukan modal dari hasil pendidikan itu sendiri.
Di dalam suatu pendidikan tentunya diperlukan
suatu kegiatan pembelajaran. Pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang
mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga siswa itu memperoleh kemudahan (Rifai
dan Anni, 2009: 191). Melalui proses pembelajaran, siswa akan memperoleh
pengalaman berupa informasi dan pengetahuan yang nantinya dapat memberikan
perubahan kepada siswa menuju ke arah yang lebih baik.
Dalam pembelajaran matematika khususnya di Sekolah
Dasar, siswa diharapkan bukan hanya mengenal konsep yang ada dalam matematika
tetapi juga dapat memahami, menguasai materi, dan mempunyai keterampilan
memecahkan masalah, sehingga siswa dapat memecahkan masalah yang berhubungan
dengan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, dalam
membelajarkan matematika di Sekolah Dasar, guru perlu mengaitkan materi
pelajaran dengan kehidupan sehari-hari dengan memperhatikan intelektual siswa
dan karakteristik matematika.
Karakteristik objek matematika yang abstrak dan
tahapan berpikir siswa SD yang masih berada pada tahap berpikir konkret ini
membutuhkan perhatian yang sungguh-sungguh dari siswa, guru, dan instansi yang
menghasikan guru SD atau yang terkait lainnya. Dalam hal ini, untuk memperoleh
pemahaman matematika yang baik dibutuhkan aktivitas yang tinggi. Oleh karena
itu, perlu diciptakan kondisi belajar yang menyenangkan, dalam arti bahwa
proses pembelajaran matematika dapat menjadi suatu kegiatan yang diminati
siswa. Di samping itu, guru perlu memilih pendekatan pembelajaran yang dapat
meningkatkan hasil belajar, mendorong aktivitas, dan merangsang motivasi siswa.
Dikarenakan objek yang dipelajari bersifat abstrak maka,
pembelajaran harus disesuaikan dengan
perkembangan kecerdasan siswa. Piaget dalam Sumantri dan Syaodih (2008: 1.15)
mengemukakan proses anak sampai mampu berpikir seperti orang dewasa melalui
empat tahap perkembangan, yaitu:
a. Tahap
sensori motor (0 sampai 2 tahun)
Pada tahap ini, pengetahuan yang diperoleh hampir
seluruhnya mencakup gejala yang diterima secara langsung melalui indera. Pada
saat anak mencapai kematangan dan mulai memperoleh keterampilan berbahasa,
mereka mengaplikasikannya dengan menerapkannya pada objek-objek nyata.
b. Tahap
praoperasional (2 sampai 7 tahun)
Pada tahap ini, perkembangan sangat pesat.
Lambang-lambang bahasa yang digunakan untuk menunjukkan benda-benda nyata
bertambah dengan pesatnya. Keputusan yang diambil hanya berdasarkan intuisi,
bukan berdasarkan analisis rasional.
c. Tahap
operasional konkret (7 sampai 11 tahun)
Kemampuan berpikir logis muncul pada tahap ini. Mereka
dapat berpikir secara sistematis untuk mencapai pemecahan masalah. Pada tahap
ini, permasalahan yang dihadapinya adalah permasalahan konkret.
d. Tahap
operasional formal (11 sampai 15 tahun)
Tahap ini
ditandai dengan pola pikir orang dewasa. Mereka dapat mengaplikasikan cara
berpikir orang dewasa terhadap permasalahan dari semua kategori, baik yang
abstrak maupun konkret.
Karakteristik matematika yang ilmunya bersifat
deduktif dan objeknya abstrak, menyebabkan matematika menjadi mata pelajaran
yang sulit bagi siswa SD yang masih berpikir
konkret. Akibatnya, sangat dimungkinkan banyak siswa yang mengalami kegagalan
dalam belajar matematika.
Kegagalan belajar matematika ini juga dialami oleh
siswa Kelas V SD Brebes 11. Berdasarkan
hasil tes formatif, rata-rata nilai kelas
yang mampu dicapai siswa pada tahun pelajaran 2009/2010 semester gasal pada
standar kompetensi dan kompetensi dasar bilangan bulat sebesar 58,8. Hal ini
berarti bahwa rata-rata kelas yang dicapai siswa rendah, karena kurang dari
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 65. Dilihat dari daftar nilai Kelas V
tahun pelajaran 2009/2010, dari jumlah siswa 35 anak ada 16 (45,7%) anak yang
nilainya kurang memenuhi standar ketuntasan minimal. Dengan kata lain,
ketuntasan belajar siswa pada standar kompetensi dan kompetensi dasar bilangan
bulat belum mencapai 75%. Penyebab kegagalan belajar matematika ini selain
disebabkan karena materinya sulit, juga karena guru tidak mengaitkan materi
pembelajaran dengan lingkungan yang ada
di sekitar siswa. Di samping itu, guru belum
menemukan pendekatan
pembelajaran yang dapat memberi pemahaman konsep yang lebih baik dan dapat
mengaktifkan secara fisik maupun mental siswa dalam belajar.
Selama ini, metode yang
digunakan oleh guru dalam proses
pembelajaran adalah metode pembelajaran konvensional yang menyebabkan siswa hanya
datang, duduk, menulis materi yang telah dituliskan oleh guru di papan tulis, mendengarkan guru menjelaskan
materi, dan mengerjakan tugas. Dalam penyampaian materi, guru cenderung monoton
dan interaksi yang terjadi hanya satu arah, sehingga siswa kurang leluasa dalam
menyampaikan ide-idenya. Materi yang disampaikan juga tidak dihubungkan dengan
pengalaman sehari-hari, sehingga siswa mudah lupa dan tidak dapat
mengaplikasikannya. Selain itu, guru jarang menggunakan alat peraga dalam
mengajar karena hanya menggunakan papan tulis sebagai media. Beberapa pertanyaan
yang diajukan guru kepada siswa umumnya hanya untuk mengingat fakta dan bukan
untuk memikirkan konsep. Kondisi tersebut mengakibatkan siswa kelas V cenderung
pasif dalam proses pembelajaran, cepat bosan bila mendengarkan penjelasan dari
guru, dan banyak siswa yang mengantuk ketika mengikuti pembelajaran. Kondisi pembelajaran matematika SD yang demikian,
harus segera dicari jalan keluarnya, agar siswa dapat melaksanakan tugas-tugas
belajar bahkan hidupnya dengan baik.
Pengetahuan yang diperoleh siswa di tingkat SD akan
sangat berguna bagi penguasaan matematika di jenjang berikutnya. Pembelajaran matematika SD menjadi
dasar atau alat bagi kemampuan-kemampuan matematika lainnya. Agar pembelajaran
di kelas berhasil, perlu dikembangkan proses belajar matematika yang menyenangkan,
memperhatikan keinginan siswa agar terlibat aktif, membangun pengetahuan dari
apa yang diketahui siswa, menciptakan suasana kelas yang mendukung kegiatan belajar,
memberikan kegiatan belajar yang menantang, serta memberikan kegiatan yang
memberi harapan keberhasilan dan menghargai setiap pencapaian siswa. Dengan
demikian, seorang guru di dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran harus bisa
membuat situasi pembelajaran yang menyenangkan, menantang, lebih kreatif
daripada menggunakan alat peraga atau
media pembelajaran yang biasa digunakan pada berbagai tempat dan keadaan, baik
di sekolah maupun di rumah.
Oleh karena itu, pendekatan pembelajaran yang selama
ini diterima siswa berupa hafalan perlu ditambahkan dengan menghubungkan antara
materi pelajaran dengan lingkungan sekitar siswa. Pendekatan yang dimaksud
yaitu pendekatan kontekstual.
Dalam pelaksanaannya, pendekatan kontekstual
melibatkan aktivitas belajar siswa yang tinggi, sarana untuk membangun kerjasama
dalam kelompok, melatih siswa mempunyai tanggung jawab perseorangan, dan
lain-lain, sehingga beban materi dan tugas yang berat menjadi lebih ringan dan
mudah. Misalnya pada materi bilangan bulat, guru menunjukkan benda-benda baik
itu yang ada di sekitar kelas maupun di sekitar lingkungan sekolah seperti sedotan
warna-warni, potongan lidi, kartu bilangan bulat untuk menjelaskan materi bilangan
bulat. Dengan pembelajaran kontekstual
sangat dimungkinkan siswa menemukan konsep sendiri, memperoleh pemahaman
langsung dan nyata, sehingga pendekatan pembelajaran ini juga sesuai dengan
kehidupan siswa.
Dari uraian di atas, penulis berupaya untuk memberikan
solusi mengenai masalah pembelajaran bilangan bulat di kelas V melalui
penelitian tindakan kelas yang berjudul “Peningkatan Kualitas Pembelajaran Matematika Pada Materi Bilangan Bulat Melalui
Pendekatan Pembelajaran Kontekstual di Kelas V SD Negeri Brebes 11”.
2.
Rumusan Masalah
dan Pemecahan Masalah
a.
Perumusan
Masalah
Karena kualitas pembelajaran merupakan faktor yang
sangat berpengaruh terhadap
hasil belajar siswa selain faktor dari diri siswa, maka yang menjadi
permasalahan utama yang hendak dipecahkan
yaitu:
Apakah pendekatan pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran matematika di kelas V pada materi bilangan bulat? Prosedur
pembelajaran kontekstual dilakukan dengan mengaitkan materi pembelajaran dengan
peristiwa, dan atau benda yang ada di
sekitar siswa. Dalam penerapannya, pendekatan kontekstual lebih ditekankan pada
komponen inkuirinya (siswa menemukan jawaban sendiri). Kualitas yang dimaksud
dalam penelitian ini mencakup komponen siswa dan guru. Pada siswa ditinjau dari
aktivitas dan hasil belajar, pada guru dilihat dari penampilan dalam
pembelajaran.
b.
Pemecahan
Masalah
Untuk memecahkan permasalahan tersebut, dengan mengkaji
latar belakang dan uraian lain sebelumnya, maka:
1)
Pendekatan pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran bilangan
bulat adalah pendekatan kontekstual.
2)
Pendekatan kontekstual ditempuh dengan menggunakan
konteks berupa peristiwa dan benda atau objek yang dekat dengan siswa.
3)
Menggunakan benda konkret atau tiruannya (alat peraga).
3.
Tujuan
Penelitian
a.
Tujuan Umum
Meningkatkan
kualitas proses dan hasil
belajar matematika di kelas V SD Brebes 11 pada materi bilangan bulat.
b.
Tujuan
Khusus
1)
Meningkatkan
keaktifan siswa kelas V dalam pembelajaran matematika pada materi bilangan
bulat.
2)
Meningkatkan
hasil belajar siswa kelas V dalam pembelajaran matematika pada materi bilangan
bulat.
3)
Meningkatkan
penampilan guru kelas
V dalam pembelajaran matematika pada
materi bilangan bulat.
4.
Manfaat
Penelitian
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat:
a.
Bagi Siswa
1)
Meningkatnya aktivitas dalam pembelajaran matematika pada materi bilangan
bulat.
2)
Meningkatnya hasil belajar dalam pembelajaran
matematika pada materi bilangan bulat.
b.
Bagi Guru
1)
Memperoleh pendekatan
pembelajaran yang sesuai
dalam kegiatan pembelajaran matematika pada materi bilangan bulat.
2) Meningkatnya performansi guru dalam pembelajaran matematika.
c.
Bagi Sekolah
1)
Memberikan
sumbangan atau masukan dalam usaha meningkatkan hasil belajar siswa khususnya
mata pelajaran matematika.
D. Kajian Pustaka
1.
Pengertian Belajar
Gagne dan Berliner dalam Anni, dkk (2006: 2)
menyatakan bahwa belajar merupakan proses di mana suatu organisme mengubah
perilakunya karena hasil dari pengalaman. Selanjutnya Slavin dalam Anni, dkk
(2006: 2) berpandangan bahwa belajar merupakan perubahan individu yang
disebabkan oleh pengalaman. Selain itu, Gagne dalam Anni, dkk (2006: 2) juga
mengemukakan bahwa belajar merupakan perubahan disposisi atau kecakapan manusia
yang berlangsung selama periode tertentu dan perubahan perilaku itu tidak
berasal dari proses pertumbuhan. Di sisi lain, Morgan, et,al dalam Anni, dkk
(2006: 2) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan relatif permanen yang
terjadi karena hasil dari praktik atau pengalaman.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat
disimpulkan bahwa belajar dapat merubah seseorang baik itu perilaku maupun
kecakapan manusia yang dikarenakan adanya praktik atau pengalaman.
2.
Prinsip-prinsip Belajar
Menurut para ahli ada beberapa prinsip dalam
belajar (Anni,dkk 2006: 97) di antaranya:
a.
Swa Arah (Self-Direction)
Prinsip ini menyatakan bahwa sekolah hendaknya memberikan kesempatan kepada
siswa untuk memutuskan bahan belajar yang ingin dipelajari. Bahan belajar yang
ingin dipelajari siswa hendaknya memenuhi kebutuhan, keinginan, hasrat ingin
tahu, dan fantasinya. Prinsip ini menekankan pada motivasi intrinsik, dorongan
dari dalam untuk bereksplorasi, dan hasrat ingin tahu yang timbul dari dalam
diri siswa.
b.
Belajar tentang Cara-cara Belajar (Learning
How to Learn)
Prinsip ini menyatakan sekolah hendaknya menghasilkan anak-anak yang secara
terus menerus menumbuhkan keinginannya untuk belajar dan mengetahui cara-cara
belajar.
c.
Evaluasi Diri (Self-Evaluation)
Prinsip ini menyatakan bahwa evaluasi diri sangat diharapkan oleh siswa.
Evaluasi diri merupakan prasyarat bagi perkembangan kemandirian siswa.
d.
Pentingnya
Perasaan (Important of Feelings)
Secara
spesifik, para ahli merekomendasikan bahwa guru dalam melaksanakan pembelajaran
hendaknya menekankan nilai-nilai kerjasama, saling menghormati, dan kejujuran,
baik pada waktu membuat contoh dan pada waktu mendiskusikan, serta memperkuat
nilai-nilai yang dipelajari siswa.
e.
Bebas
dari Ancaman (Freedom of Threat)
Belajar
akan lebih mudah, lebih bermakna, dan lebih dioptimalkan, apabila belajar itu
terjadi dalam suasana yang bebas dari ancaman. Ancaman dalam hal ini, di antaranya
siswa selalu dikendalikan dan dievaluasi oleh sekolah dan guru, mereka tidak
memiliki pilihan untuk memilih bahan belajar, dan tidak ada kesempatan memilih
kegiatan belajar dengan gaya belajarnya sendiri. Berbagai persoalan itu akan
menjadi ancaman bagi pembelajar yang pada gilirannya akan mengganggu
belajarnya.
Berdasarkan
teori di atas dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan belajar memerlukan
beberapa prinsip. Prinsip tersebut di anataranya yaitu sekolah
hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk memutuskan bahan belajar
yang ingin dipelajari; guru dalam
melaksanakan pembelajaran hendaknya menekankan nilai-nilai kerjasama, saling
menghormati, dan kejujuran, baik pada waktu membuat contoh maupun pada waktu
mendiskusikan, serta memperkuat nilai-nilai yang dipelajari siswa; evaluasi diri sangat diharapkan oleh siswa; dan belajar
akan lebih mudah, lebih bermakna, dan lebih dioptimalkan, apabila belajar itu
terjadi dalam suasana yang bebas dari ancaman.
Kaitan
antara teori di atas dengan penelitian yang dilakukan yaitu hendaknya seorang
guru dalam melaksanakan pembelajaran terhadap siswa perlu memperhatikan
prinsip—prinsip di atas, dengan tujuan agar pembelajaran lebih optimal dan
hasil pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran.
3.
Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang
diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek
perubahan perilaku tersebut bergantung pada yang dipelajari oleh pembelajar.
Oleh karena itu, apabila pembelajar mempelajari pengetahuan tentang konsep,
maka perubahan perilaku yang diperoleh
berupa pengusaan konsep. Dalam pembelajaran, perubahan perilaku yang
harus dicapai oleh pembelajar setelah melaksanankan aktivitas belajar dirumuskan dalam tujuan pembelajaran
(Anni, dkk: 5).
Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar akan menentukan apakah kegiatan pembelajaran itu berhasil atau
tidak.
4.
Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Seperangkat faktor yang memberikan kontribusi belajar
yaitu kondisi internal dan eksternal pembelajaran. Kondisi internal mencakup
kondisi fisik, seperti kesehatan organ tubuh; kondisi psikis, seperti kemampuan
intelektual, emosional; dan kondisi sosial, seperti kemampuan bersosialisasi
dengan lingkungan. Kondisi eksternal mencakup variasi dan derajat kesulitan
materi yang dipelajari, tempat belajar, iklim, suasana, dan budaya belajar
masyarakat akan mempengaruhi kesiapan, proses, dan hasil belajar (Anni,2006: 14).
Menurut Natawidjaja dan Moesa (1992: 79) ada dua faktor
yang mempengaruhi belajar seseorang yaitu:
a.
Faktor dari dalam diri individu yang belajar (intern)
yang mencakup antara lain:
1)
Kematangan untuk belajar
Kematangan untuk belajar ada kaitannya dengan
pertumbuhan biologis. Misalnya, anak yang dalam masa pertumbuhannya belum tiba
pada suatu tahap untuk belajar berjalan maka janganlah dipaksa untuk mulai
belajar berjalan. Pemaksaan untuk belajar sebelum sampai pada tahap
kematangannya, akan menimbulkan akibat yang tidak menyenangkan.
2)
Kemampuan atau keterampilan untuk belajar
Faktor ini merupakan prasyarat bagi keberhasilan
proses belajar. Seseorang yang memiliki kemampuan belajar awal yang tinggi,
akan lebih cepat berhasil dalam belajar.
3)
Dorongan untuk berprestasi
Dorongan ini pada dasarnya sudah ada pada diri
seseorang sejak dilahirkan. Tinggi rendahnya dorongan ini akan sangat bergantung
pada pengalaman orang yang bersangkutan dalam menggunakan dorongan ini.
b.
Faktor dari luar diri individu yang belajar (ekstern)
yang mencakup antara lain:
1)
Suasana di tempat belajar
Faktor ini merupakan suasana fisik dan suasana
psikologis di sekitar tempat belajar. Pada umumnya, siswa akan lebih senang belajar
di tempat yang tertata dengan rapi, bersih, dan menyenangkan. Di samping faktor
suasana lingkungan tempat belajar secara fisik, suasana lingkungan psikologis
juga sangat mempengaruhi proses belajar.
2)
Pelatihan
Pelatihan dalam arti psikologis berarti pengulangan
respon sewaktu terjadinya rangsangan atau stimulus. Mengulangi hubungan
stimulus-respon dapat memperkuat hubungan itu. Ini berarti bahwa makin sering
upaya untuk mengulangi terjadinya hubungan stimulus-respon itu, makin kuatlah
hubungannya dan pada gilirannya dapat meningkatkan mutu perilaku yang
ditumbuhkan oleh upaya pengulangan itu.
3)
Penguatan (reinforcement)
Penguatan terhadap respon yang diberikan siswa kepada
stimulus pembelajaran merupakan upaya yang efektif untuk mencapai keberhasilan
belajar dan pembelajaran. Penguatan ini dapat dilakukan dengan menggunakan
sistem ganjaran atau penghargaan terhadap respon siswa kepada stimulus yang
sesuai dengan yang diinginkan dalam rangka pembelajaran itu.
Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa ada
dua faktor yang mempengaruhi belajar. Faktor pertama yaitu
faktor dari dalam diri siswa, meliputi kematangan
untuk belajar, kemampuan atau keterampilan untuk belajar, dan dorongan untuk
berprestasi. Faktor kedua yaitu faktor dari luar diri siswa meliputi suasana di
tempat belajar, pelatihan, dan pemberian penguatan.
Dalam penelitian ini, faktor internal yang dinyatakan
sebagai hasil belajar siswa pada materi bilangan bulat dan aktivitas belajar
siswa.
5.
Pendekatan Kontekstual
a. Pengertian Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontekstual adalah sebuah pendekatan dalam proses pendidikan yang bertujuan menolong
siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara
menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam keseharian mereka,
yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya mereka. (Jhonson 2010: 67)
b. Langkah-langkah Pembelajaran
Kontekstual
Langkah-langkah
pembelajaran kontekstual (Amri.dkk, 2010: 28) adalah sebagai berikut:
1) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri
(siswa menemukan jawaban sendiri) untuk semua topik.
2) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan
bertanya.
3) Ciptakan komunitas belajar (belajar dalam
kelompok).
4) Hadirkan model sebagai contoh
pembelajaran.
5) Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
6) Lakukan penilaian.
Untuk langkah-langkah kegiatan
inkuiri antara lain sebagai berikut:
(a) Merumuskan masalah.
(b) Mengamati atau melakukan observasi.
(c) Menganalisis dan menyajikan hasil dalam
tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel dan karya lainnya.
(d) Mengomunikasikan atau menyajikan hasil
karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audiens yang lain.
c. Prinsip dalam Pembelajaran Kontekstual
Untuk
memahami secara lebih mendalam konsep pembelajaran kontekstual, maka dalam
pembelajaran berbasis kontekstual harus mempunyai dasar pemikiran dengan acuan
strategi yang berprinsip pada:
1)
Berpusat
pada siswa.
2)
Mengembangkan
kreativitas siswa.
3)
Suasana
yang menarik, menyenangkan, dan bermakna.
4) Prinsip pembelajaran aktif, inovatif,
kreatif, efektif, dan menyenangkan.
5) Mengembangkan beragam kemampuan yang
bermuatan nilai dan makna.
6)
Belajar
melalui berbuat, siswa aktif berbuat.
7)
Menekankan
pada penggalian, penemuan, dan penciptaan.
8)
Pembelajaran
dalam situasi nyata dan konteks sebenarnya.
9) Menggunakan pembelajaran tuntas di
sekolah. (Amri.dkk, 2010: 36).
d.
Penerapan Pendekatan Kontekstual
Supinah (2008: 10) menjelaskan
bahwa untuk dapat mengimplementasikan pembelajaran kontekstual, guru dalam
pembelajarannya perlu mengaitkan antara materi yang akan diajarkannya dengan
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan
melibatkan tujuh komponen utama CTL yakni sebagai berikut:
a. Mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna
jika ia diberi kesempatan untuk bekerja, menemukan, dan mengonstruksi sendiri
pengetahuan dan keterampilan baru (constructivism).
b. Membentuk grup belajar yang saling tergantung (interdependent
learning groups), yaitu agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama
kelompok, maka pembelajaran hendaknya selalu dilaksanakan dalam
kelompok-kelompok belajar atau proses pembelajaran yang melibatkan siswa dalam
kelompok.
c. Memfasilitasi kegiatan penemuan (inquiry), yaitu agar siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan
melalui penemuannya sendiri (bukan hasil mengingat sejumlah fakta).
d. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui pengajuan pertanyaan
(questioning). Bertanya dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong,
membimbing, dan memahami kemampuan berpikir siswa, sedangkan bagi siswa
kegiatan bertanya untuk menggali informasi, mengonfirmasikan apa yang sudah
diketahui dan menunjukkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
Bertanya dapat diterapkan antara siswa dan siswa, antara guru dan siswa, antara
siswa dengan guru, antara siswa dan orang baru yang didatangkan di kelas.
e. Pemodelan (modelling), maksudnya dalam sebuah pembelajaran
selalu ada model yang bisa ditiru. Guru memberi model tentang bagaimana cara
belajar. Namun demikian, guru bukan satu-satunya model. Model belajar dapat
dirancang dengan melibatkan siswa atau dapat juga mendatangkan dari luar.
f. Refleksi (reflection), adalah cara berpikir tentang apa
yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa yang lalu. Kuncinya yaitu
bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa.
g. Penilaian sesungguhnya (authentic assesment), adalah proses
pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar
siswa. Pembelajaran yang benar memang
seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (learning
how to learn) sesuatu, bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin
informasi di akhir periode pembelajaran. Kemajuan belajar dinilai dari proses,
bukan hanya terhadap hasil, dan dengan berbagai cara. Tes hanya merupakan salah
satunya. Itulah hakikat penilaian yang sebenarnya.
Penerapan pendekatan
kontekstual dalam pembelajaran materi bilangan bulat Kelas V dengan cara guru
menggunakan benda-benda yang ada di
sekitar siswa. Baik itu di ruang kelas, maupun di luar kelas seperti sedotan
warna-warni, lidi, alat peraga kartu
bilangan. Benda-benda tersebut dijadikan sebagai media pembelajaran, agar siswa
mudah memahami konsep bilangan bulat. Pada penelitian ini, penulis menekankan
pada komponen inkuiri.
e. Penilaian dalam Pembelajaran
Kontekstual
Dalam pembelajaran kontekstual, penilaian autentik dapat membantu siswa
untuk menerapkan informasi akademik dan kecapakan yang telah diperoleh pada
situasi nyata untuk tujuan tertentu. Adapun bentuk penilaian yang dapat
digunakan oleh guru, yaitu portofolio, tugas kelompok, demonstrasi, dan laporan
tertulis. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan penilaian portofolio berupa
hasil pekerjaan siswa baik dalam mengerjakan soal LKS maupun soal evaluasi.
6. Tinjauan
Materi Bilangan bulat
Materi digunakan dalam
penelitian ini mencakup:
Standar Kompetensi :
Melakukan pengerjaan hitung bilangan bulat Standar
Kompetensi : dalam pemecahan masalah.
Kompetensi
Dasar : Melakukan pengerjaan hitung
bilangan bulat termasuk penggunaan
sifat-sifatnya, pembulatan, dan
penafsiran.
Alokasi
Waktu : 10 Jam Pelajaran
a.
Sifat Komutatif (Pertukaran)
1) Sifat komutatif pada penjumlahan
Sifat komutatif pada penjumlahan dapat ditulis
a + b = b + a, dengan a dan b sembarang bilangan bulat.
2) Sifat komutatif pada perkalian
Sifat komutatif pada perkalian dapat ditulis a
× b = b × a, dengan a dan b sembarang bilangan bulat.
b.
Sifat Asosiatif (Pengelompokan)
1)
Sifat asosiatif pada penjumlahan
Sifat asosiatif pada penjumlahan dapat ditulis (a
+ b) + c = a + (b + c) dengan a, b, dan c sembarang bilangan bulat.
2)
Sifat asosiatif pada
penjumlahan perkalian
Sifat asosiatif pada perkalian dapat ditulis (a
× b) × c = a × (b × c) dengan a, b, dan c bilangan bulat.
c.
Sifat Distributif (Penyebaran)
Sifat distributif pada penjumlahan dan pengurangan
dapat ditulis:
a × (b + c) = (a × b) + (a × c)
a × (b – c) = (a × b) – (a × c). Dengan a, b, dan c
bilangan bulat.
d.
Menggunakan
Sifat Komutatif, Asosiatif, dan Distributif
Sifat
komutatif, asosiatif, dan distributif dapat digunakan untuk memudahkan
perhitungan.
7. Aktivitas
Belajar Siswa
Dalam Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tentang
standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah dinyatakan bahwa
aktivititas belajar adalah kegiatan mengolah pengalaman dan atau praktek dengan
cara mendengar, membaca, menulis, mendiskusikan, merefleksikan rangsangan, dan
memecahkan masalah.
Untuk mencapai keberhasilan dalam kegiatan
pembelajaran, seorang guru harus memahami dasar-dasar mengajar dan melaksanakan
pembelajaran dengan sebaik-baiknya. Salah satu unsur dalam dasar-dasar mengajar
yaitu keaktifan belajar siswa. Aktivitas belajar siswa dalam mencoba
mengerjakan sesuatu sangat besar artinya dalam pendidikan dan pembelajaran,
karena hasil yang dicapai siswa akan menjadikannya rajin, tekun, pantang
menyerah, dan percaya diri.
8. Penerapan
Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bilangan Bulat
Berdasarkan pemahaman, karakteristik, dan komponen
pendekatan kontekstual, beberapa penerapan yang dapat dikembangkan oleh guru melalui pembelajaran kontekstual.
a. Pembelajaran
berbasis masalah
b. Memanfaatkan
lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar
c. Memberikan
aktivitas kelompok
d. Membuat
aktivitas belajar mandiri
9.
Kerangka Berpikir
Karakteristik
matematika yang abstrak sebagai penyebab materi matematika sulit dipahami oleh
siswa dan menjadikan matematika menjadi mata pelajaran yang menakutkan. Demikian pula dengan pendekatan pembelajaran yang
digunakan oleh guru, masih bersifat
klasikal dan penggunaan media yang sangat terbatas membuat matematika sulit
untuk dipelajari dan berakibat siswa kurang begitu aktif dalam mengikuti
pembelajaran. Pembelajaran yang selama ini dialami
oleh siswa lebih menonjolkan pada tingkat hafalan materi, dan tidak diikuti
dengan pemahaman atau pengertian yang mendalam, sehingga siswa belum bisa
menerapkan pengetahuan yang mereka peroleh ketika mereka berhadapan dengan
situasi baru dalam kehidupannya.
Kesadaran perlunya pendekatan kontekstual dalam
pembelajaran didasarkan adanya kenyataan bahwa sebagian besar siswa belum mampu
menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pemanfaatan
pengetahuan yang mereka peroleh dalam kehidupan nyata. Dengan pendekatan pembelajaran kontekstual memungkinkan
siswa untuk belajar lebih aktif dan materi pelajaran yang disampaikan oleh guru
akan mudah diterima siswa.
Dengan pendekatan
pembelajaran kontekstual memungkinkan guru untuk meningkatkan kompetensi
profesionalisme guru. Jadi dapat dikatakan bahwa dengan pendekatan pembelajaran kontekstual akan
dapat meningkatkan kualitas dan hasil belajar matematika di SD
khususnya pada Kelas V materi bilangan bulat.
10. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan
kerangka berpikir di atas, maka diajukan hipotesis sebagai berikut:
Dengan
penerapan pendekatan kontekstual, maka:
a.
Aktivitas belajar matematika Kelas V SD Negeri Brebes 11 pada materi
bilangan bulat dapat ditingkatkan.
b.
Hasil belajar matematika Kelas V SD Negeri Brebes 11 pada materi bilangan
bulat dapat ditingkatkan.
c.
Performansi guru dalam
membelajarkan materi
bilangan bulat dapat ditingkatkan.
E. Prosedur Penelitian
1.
Subjek
Penelitian
Subjek
penelitian tindakan kelas ini yaitu siswa kelas V SD Negeri Brebes 11 Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes yang berjumlah 37 dengan satu rombongan
belajar.
2.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Brebes 11
Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan
selama 4 bulan, terhitung mulai bulan Mei sampai dengan Agustus 2011.
3.
Faktor
yang diselidiki
Agar mampu
menjawab permasalahan dalam penelitian ini, ada beberapa faktor yang akan
diselidiki yaitu:
a. Faktor yang berasal dari siswa yaitu
aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V SD
Negeri Brebes 11 dalam pembelajaran bilangan bulat.
b. Faktor yang berasal dari guru yaitu penampilan guru dalam membelajarkan materi bilangan
bulat.
c. Faktor
instrumen berupa penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika
pada materi bilangan bilangan bulat.
4.
Prosedur
PTK
Penelitian
ini terdiri dari dua siklus, tiap siklus dilaksanakan melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan
refleksi. Siklus I terdiri dari 5 jam pelajaran yaitu 2 x 2 jam pelajaran untuk kegiatan pembelajaran, dan 1 jam pelajaran untuk tes formatif. Siklus II terdiri dari 5 jam pelajaran yaitu 2 x 2 jam pelajaran untuk
kegiatan pembelajaran, dan 1
jam pelajaran untuk tes formatif. Langkah-langkah
yang akan dilaksanakan oleh peneliti pada setiap siklus terdiri dari:
a.
Siklus
I
1) Perencanaan
a)
Merencanakan
pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual pada materi penggunaan sifat komutatif dan
asosiatif dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
b)
Menyusun
lembar kegiatan siswa untuk dikerjakan oleh siswa dan lembar observasi untuk
mengamati aktivitas komunikasi siswa dan guru dalam pembelajaran.
c)
Membuat
soal tes individu untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa tentang materi penggunaan
sifat komutatif dan asosiatif.
d) Membentuk kelompok dengan memperhatikan
keseimbangan kemampuan siswa antar kelompok.
e)
Mempersiapkan
media pembelajaran berupa
sedotan warna-warni.
2) Pelaksanaan
a) Guru menyiapkan RPP.
b) Guru menyiapkan media pembelajaran.
c) Guru menyampaikan tujuan dan
manfaat pembelajaran.
d) Guru menyampaikan materi tentang penggunaan
sifat komutatif dan asosiatif.
e) Guru membagi siswa dalam 6 kelompok di mana dalam satu kelompok terdiri dari 6
siswa yang heterogen dan 1 kelompok terdiri dari 7 siswa.
f) Guru memberikan tugas kepada kelompok
untuk dikerjakan bersama anggota kelompoknya, anggota yang sudah paham dapat
menjelaskan kepada anggota kelompok yang belum paham.
g) Guru memantau perilaku siswa dan memberikan arahan kepada siswa atau kelompok yang
bertanya.
h) Tiap kelompok memaparkan hasil pekerjaan.
i)
Guru
memberikan soal evaluasi kepada
seluruh siswa dan pada saat menjawab tidak boleh saling membantu.
j)
Siswa bersama guru menyimpulkan pelajaran.
3)
Pengamatan
Selama kegiatan belajar, peneliti melakukan pengamatan terhadap
aktivitas belajar siswa dan
guru mitra mengamati guru (peneliti) dalam proses pembelajaran dengan materi penggunaan sifat komutatif dan
asosiatif.
4)
Refleksi
Hasil pada
tahap pengamatan tentang aktivitas dan hasil belajar siswa serta kinerja guru
dalam proses pembelajaran dikumpulkan untuk dianalisis dan dievaluasi oleh
peneliti. Refleksi dilakukan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan yang
terdapat pada siklus I. Hasil dari siklus I digunakan untuk perbaikan-perbaikan
pada perencanaan pelaksanaan
siklus II.
b. Siklus II
1)
Perencanaan
a)
Mengidentifikasi
masalah dan merumuskan masalah berdasarkan hasil refleksi siklus I.
b)
Merencanakan
pembelajaran menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual pada materi penggunaan
sifat distributif dalam bentuk RPP.
c)
Menyusun
lembar kegiatan siswa untuk didiskusikan dalam kelompok dan lembar observasi
untuk mengamati aktivitas komunikasi siswa dan guru dalam pembelajaran.
d) Membuat soal tes individu untuk mengetahui
tingkat pemahaman siswa pada materi penggunaan
sifat distributif.
e)
Mempersiapkan
media pembelajaran yang
dibutuhkan.
2)
Pelaksanaan
a)
Guru
menyiapkan RPP.
b)
Guru
menyiapkan media pembelajaran berupa sedotan warna-warni.
c)
Guru
menyampaikan tujuan dan manfaat pembelajaran.
d) Guru menyampaikan materi tentang penggunaan
sifat distributif.
e)
Guru
membagi siswa dalam 6
kelompok di mana dalam satu kelompok terdiri dari 6 siswa yang heterogen dan 1
kelompok terdiri dari 7 siswa.
f)
Guru
memberikan tugas kepada kelompok untuk dikerjakan bersama anggota kelompoknya,
anggota yang sudah paham dapat menjelaskan kepada anggota kelompok yang belum
paham.
g)
Guru
memantau perilaku siswa dan memberihan arahan kepada siswa atau kelompok yang
bertanya.
h)
Tiap
kelompok memaparkan hasil pekerjaan.
i)
Guru
memberikan soal evaluasi
kepada seluruh siswa dan pada saat menjawab tidak boleh saling membantu.
j)
Siswa bersama guru menyimpulkan pelajaran.
3)
Pengamatan
Selama
kegiatan belajar, peneliti
melakukan pengamatan terhadap aktivitas belajar siswa dan guru mitra mengamati guru
(peneliti) dalam proses pembelajaran
dengan materi penggunaan sifat distributif.
4)
Refleksi
Setelah
pelaksanaan siklus I dan siklus II dilakukan analisis data. Hasil pada tahap
pengamatan tentang aktivitas dan hasil belajar siswa serta kinerja guru dalam
proses pembelajaran dikumpulkan untuk dianalisis dan dievaluasi oleh peneliti,
sehingga diperoleh dan diketahui apakah
penelitian ini efektif mampu meningkatkan kerjasama, keakftifan, dan hasil belajar siswa khususnya pada materi
bilangan bulat.
5.
Sumber,
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
a. Sumber Data
Sumber data
dalam penelitian ini adalah:
siswa, guru dan dokumen.
1)
Siswa
Data yang
berasal dari siswa berupa hasil tes formatif dan informasi tentang aktivitas
siswa dalam pembelajaran bilangan bulat.
2)
Guru
Data yang berasal dari guru berupa hasil pengamatan terhadap aktivitas performansi
guru dalam membelajarkan bilangan bulat.
3)
Dokumen
Dokumen
berupa nilai ulangan harian
diperoleh dari nilai ulangan harian tahun sebelumnya.
b. Jenis Data
1) Data Kuantitatif
Data
kuantitatif diperoleh dari hasil tes formatif soal bilangan bulat.
Untuk memperoleh data tersebut siswa mengerjakan tes formatif tentang bilangan
bulat.
2) Data Kualitatif
Data
kualitatif diperoleh dari data non tes yaitu observasi. Hasil data observasi
akan memberikan gambaran mengenai perubahan tingkah laku siswa pada saat pembelajaran
dan kemampuan guru dalam kegiatan pembelajaran.
c. Cara Pengumpulan Data
1)
Observasi
Pengamatan terhadap aktivitas
belajar siswa dalam proses pembelajaran matematika pada materi bilangan bulat.
2)
Tes
formatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes formatif tentang bilangan
bulat pada siklus I dan II.
3)
Dokumen
daftar nilai ulangan harian
siswa kelas V tahun ajaran 2009/2010 SD Negeri Brebes 11 Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes.
d. Alat Pengumpul Data
1) RPP
dan lampiran lembar pengamatan terhadap rencana pelaksanaan pembelajaran yang
telah dibuat oleh guru.
2) Lembar
Observasi, yang berupa lembar pengamatan terhadap aktivitas belajar siswa dan performansi
guru. Lembar pengamatan beserta
deskriptornya baik untuk mengamati aktivitas belajar siswa maupun
performansi guru, selengkapnya ada pada lampiran 1.
3) Soal,
yang berupa tes formatif siklus I dan II yang dilaksanakan setelah akhir
pembelajaran pada setiap siklus. Kisi-kisi dan soal selengkapnya ada pada
lampiran 2.
6. Teknik Analisis Data
Rumus-rumus yang digunakan
dalam mengolah hasil belajar:
a.
Menentukan
Nilai Akhir Siswa
=
Keterangan:
= Skor Perolehan
= Skor Maksimal
Bobot Soal =
Bobot soal keseluruhan
b.
Menentukan
Rata-rata Kelas
=
Keterangan: = Nilai Rata-rata
= Nilai Akhir
= Jumlah Siswa
c.
Menentukan
Tuntas Belajar Klasikal
TBK =
d.
Indikator
Keberhasilan
Melalui Pendekatan
pembelajaran kontekstual dikatakan
dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar matematika dalam menyelesaikan soal pada pokok bahasan bilangan bulat apabila:
a.
Aktivitas
belajar siswa
1)
Ketidakhadiran
siswa maksimal 10%.
2)
Keberanian
siswa dalam menjawab pertanyaan guru lebih dari 50%.
3)
Keterlibatan
siswa dalam melakukan kegiatan dengan kegiatan dengan menggunakan pendekatan
pembelajaran kontekstual lebih dari 75%.
b.
Hasil
belajar siswa
1)
Rata-rata hasil belajar siswa ≥ 65.
2)
Presentase
tuntas klasikal minimal 75%.
c.
Performansi
guru dalam pembelajaran minimal B (71).
- Jadwal Penelitian
Waktu
penelitian adalah berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini akan
dilaksanakan dan selama penelitian berlangsung sampai pada pelaporan
penelitian. Penelitian ini mulai dirancang dan dilaksanakan pada bulan Mei
sampai bulan Agustus tahun 2011.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007 tentang
standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Rifa’i, Achmad dan
Catharina TR. 2009. Psikologi Pendidikan.
Semarang: UNNES Press.
Sumanto, YD. dkk. 2008. Gemar
matematika 5. Jakarta: Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Sumantri, Mulyani dan Syaodih, Nana. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Supinah. 2008. Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan Kontekstual dalam Melaksanakan KTSP. Jogjakarta: Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Matematika.