Saturday 1 December 2012

malam jum'at 16 hari menjelang pementasan




“makan-makan” kata nurudin ketika makanan telah tersaji beserta lauk mie goring yang dimasak dengan bumbu cinta persahabatan oleh nurudin. Semua berkumpul ala keluarga sebuah……yang tidak pantas untuk disebutkan karena memang tak pantas. Makan-makan pun selesai, Kemi berkumpul, entah apa yang akan dibicarakan. Hanif, inova, igfah, uus, sekar, nunung, nurudin, hisyam, supri, oji (sang sutradara), nano, faik. Salam terdenga sangat serius dari bibir sang sutradara. Beberapa patah kata yag sangat serius mengikuti satiap tatapan mata kami kepadanya. “sekarang kalian keluarkkan semua keluhan kalian dalam proses produksi ini, dan juga komentar kalian tentang penyutradaraanku”. Kata itu seperti terucap dari dalam hatinya.
Semua diam, tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut kami termasuk juga sang sutradara yang segera memandangkan wajahnya kelangit-lagit sanggar. Tak begitu lama ifah segera mengisi kesunyian, ia memulai untuk berbicara dan juga berkomentar tentang apa yang telah dikatakan sang sutradara. Ifah selesai bicara, dilajutkan dengan hisyam dengan gaya religinya ketika mengakhiri pembicaraan dengan mengirim fatikhah untuk kenyamanan bersama. “ aku juga sama dengan teman-teman semua” kata faik, supri, urudin, inova dan juga hanif yang saking semangatnya mengikuti proses walau halangan dan rintangan mengahadangnya. Kemudian aku yang sedikit bercakap dan juga mengeluh, lanjut dengan uus yang sudah empat hari tidak buang air besar, dan yang terakhir adalah nunung yang sepintas sama dengan yang lainya. Tapi maaf sebelumnya, sebenarnya setelah itu kita makan-makan dan melanjutkan kembali dengan sekar yang saat itu tidak berada disanggar dan juga itta, tapi dia tidak berkomentar karena ia tidak mengikuti proses bersama kita.
Setelah semua komentar mengalir seperti air, kini tinggal giliran sang sutradara yang berkomentar. Raut wajah religious, tatapan matanya penuh dengan angan-angan, keppalanya seperti memiliki berbagai beban yang akan ia keluarkan melalui kata-kata. Tanganya segera merapikan rambut yang berantakan dan syair-syair yang perlahan-perlahan merasuk dalam telinga dan merasuki pikiran dan juga hati kami. Suasana menegangkan mulai terbangun, kami diam mendengar kata-katanya, suara alunan music anak band di bawah sanggar terus berdendang mengisi ketegangan kami.
“sudah kalian ungkapkan keluhan-keluhan kalian dan juga komentar kalian atas bagaimana sistem penyutradaraaku, aku yakin komentar kalian atas penyutradaraanku dalam hal kesempurnaan adalah bohong! Dan saya yakin itu” suara pelan yang nadanya semakin mininggi, seolah-olah menggugah dan menarik perhatian kami terhadapnya.
“komentar kalian terlalu menganggap aku sempurna, tapi aku tak sesempurna apa yang kalian pikirkan, aku juga mengeluh seperti kalian, masalah keluarga, kuliah yang terbengkelai dan juga hal-hal yang memang tak bisa aku ugkapkan. Aku rasa anggapan kalian tentang kesempurnaanku itu akan membuat kalian itu terpuruk, kalian akan selalu menjadi antek-antek yang tidak bisa melakukan semua hal yang memang seharusnya kalian bisa untuk melakukanya. Keberadaanku disini hanya membelenggu kreatifitas kalian dan juga kepercayaan diri kalian” diam sejenak sekitar 10 menit.
“kampus kita hanya menganggap UKM teater sebagai formalitas untuk perguruan tinggi kita dan itu tidak lebih, mengadakan pelatihan, dapat sertifikat, ya sudah hanya itu..kata mereka. Proses produksi kita yang tinggal 16 hari lagi ini tidak mendapatkan dukungan dari pihak kampus baik itu secara materi maupun dukungan non materi. Keberadaan kita seperti halnya batu besar di lereng gunung yang menjadi tanda bahwa itu adalah lereng gunung yang terdapat sebuah batu.”
Diam sejenak
“mereka tak mengakui kita, jadi kalupun kalian berjuang mati-matianpun tak akan mendapatkan pujian yang berupa dukungan ataupun pengakuan, kalian akan disonbongkan ketika kalian sudah berkarya tapi itu juga hanya sebatas hari itu,”
Beberapa kali ia megusap wajahnya
“mengenai masalah-masalah kalian baik itu dengan orang tua, kemampuan dan juga berbagai masalah yang lain, itu juga sama dengan apa yang aku rasakan, apa kalian tahu seberapa menderitanya aku ketika aku diberi pertanyaan bagaimana kuliahku, apa kalian juga tahu kalau setiap hari aku menangis ketika adzan berkumadang dan aku merasa ibuku sedang menagis dirumah, dan apa kalian akan membiarkan semua itu terus terjadi padaku” air matanya menetes deras,,
“dan atas beberapa alasan tadi, aku mengundurkan diri sebagai seorang sutradara, dan aku meminta kepada kalian untuk terus menggaarap dan mengantarkan naskah ini sampai kepada pementasan” ia dia dan juga dengan air mata yang terus mengalir.
Semua terpana dan tak tahan membendung air mata yang seakan selalu menembus dinding mata hingga membanjiri pipi-pipi mereka. Sang sutradara berlari untuk keluar dari sanggar, namun bulurah “inova” segera mengaanginya. Seperti akan kehilangan seorang saudara kadung, beberapa teriakan dan juga rintihan meyelimuti ruang sanggar gerak. Air mata semakin deras membanjiri wajah-wajah merah itu. Semua dia hanya beberapa patah kata yang tak jelas terdengar. Malam terus berlangsung, alunan music juga masih terdengar menggebu-gebu.
Tapi aneh, aku tak merasakan sedih sedikitpun, logikanya memang seharusnya sedih, bayangkan tinggal 16 hari lagi menjelang pementasan sang sutradar mengundurkan diri dengan seenaknya. Tapi sumpah tak ada rasa sedihpun menghampiri pikiran dan juga hatiku. Bagiku sang sutradara akan terus menemani kami dan mengantarkan kami sampai kepada pementasan dia hanya mengalami down. Aku mengatakan semua itu kepada mereka semua setelah beberapa lama mereka diam. Mendengar apa yang aku katakana mereka sedikit memberikan senyuman mereka walaupun hanya secuil. Suasana hening kembali, namu nurudin mengucapkan sesuatu” kita harus cari tali plastic”, “untuk apa” tanya salah satu dari kami,” untuk mengikat sutradara biar tidak bisa pergi” seperti menemukan sebuah oase di padang pasir, mereka tersenyum lebar hingga sang sutradarapu ikut tersenyum. Aku mengartikan senyuman itu sebagai sebuah persetujuan bahwa ia tidak jadi untuk mengundurkan diri. Semangat walaupun sesaat . kesedihanpun hilang canda dan tawa mulai hadir kembali……….wiht heart, with imposibel, with corporation, with frien ship, and all happines

No comments: