Malam yang penuh dengan kebohongan
Merangkak terinjak, berdiri tersungkur itulah
beberapa kata yang menuliskan perjalanan hidup seorang anak umur 15 th. Usia
yang masih sangat belia yang masih terombang-amabing akan siapa jati dirinya
sebenarnya. Mengikuti kemana angin berhembus tersangkut ranting dan kembali
terbawa hembusan angin, terbang tinggi menuju awan dimana tak ada kesadaran
akan tanah yang di injak, dan akan dimana ruang logika tersimpan. Mencium aroma
surga, berteriak , bermimpi berhayal, terjatuh diatas sping bad yang tercecer
disetiap emperan kios, ditemani berbotol anggur-anggur dan kepulan asap yang
menambah indahnya surga dunia.
Andi seorang anak kelas 2 SLTP tengah terdiam
dan menghisap rokok yang tinggal separuh. Berharap akan pengakuan sebagai
seorang laki-laki yang mempunyai keberanian dan pengakuan sebagai seorang anak
gaul, menahan pusingnya kepala dan menahan panasnya anggur yang ada dalam
perutnya. Diam dan hanya diam itulah yang terjadi padanya saat itu. Tertawa
berteriak sepuasnya sambil membelai rambut kepala andi, karena mereka tahu apa
sebenarnya tugasnya sebagai anak yang berumur 15 th. Mereka makin mengakak
ketika salah satu dari mereka memberikan mie yang telah direbus dan di campur
dengan air kencing yang kemudian diberikan kepada andi. Mereka adalah para
sesepu anak jalanan yang tak lelah merekrut generasi-generasi muda untuk
menjadi penerusnya.
Semakin malam tawa mereka semakin menjadi,
satu, dua suap mei instan mulai masuk dalam mulut andi, gelas pun berputar
sesuai giliranya, sang belandar terus menuangkan arak dalam botol sambil
memegang perut karena tak tahan menahan tawa. Andi terus melahap mie yang
merupakan sepesies baru tersebut. Salah satu dari mereka berkata dengan gaya
orang yang mabut”andi...enak yah mienya” mendengar pertanyaan tersebut
sebagaian dari mereka meningkatkan volume spekernya, “
ha...ha..ha..ha...ha.”hingga sampai spekernya jebol dan tak bisa mengeluarkan
sura lagi. Andi yang setengah tidak sadar hanya diam dan memakan mie dengan
lahapnya.
“kamu ini seharusnya belajar, biar pinter dan
menjadi orang sukses, malah mabuk-mabukan, mabuk itu dosa, kita ini adalah
orang-orang yang bejad yang sudah diampuni dosanya, kamu pingini seperti kita” kata
seorang yang merupakan sesepuh dalam kelompok tersebut. “asuu...asuu....sekolah
sekolah.....apa ada gunanya.....! yang penting mabuukkkk-mabuuukk” teriakan
andi sambil menenggak arak yang telah tersedia di hadapanya. “ya...yang penting
mabuukkkkkk” saut para teman-teman andi.
Ayam jago mulai berkokok suara yang tadinya
gaduh pun berubah menjadi kesunyian yang mendalam. Andi mulai mengeluarkan
minuman yang telah ia minum para teman teman andi pun mulai beranjak dari
bascame satu demi satu pergi tanpa kata hingga hanya andi yang masih tak
sadarkan diri. Detik demi detik, menit demi menit matahari mulai memancarkan
sinar kehangatannya ribuan siwa mulai terdengar canda cerianya yang mengiringi
perjalanan menuju sekolah tercinta dengan mengayuh sepeda. Krok-krok terdengar
suara merdu dan berirama yang terdengar dari ratusan pasangkaki yang
menggunakan sepatu berjalan dengan penuh semangat.
Di sebuah pos jaga andi mulai sadar ia mulai
merangkak tapi tubuhnya masih lemas dan kemudian menjatuhkan tubuhnya lagi
kelantai, ia mulai sadar bahwa ia harus pulang karena hari sudar terang. Tapi
apa daya ia hanya bisa merasa dan melihat ribuan mata memandang sinis dirinya,
ia merintih menagis dan dan dua matanya lari kesana kemari mencari dimana
teman-temannya berada. Air matanya pun menetes ketika tak ada satupun teman disampingnya.
Tangannya pun mengepal ketika ia ingat bahwa uang untuk bayar spp disakunya
telah habis dan tak sisa sedikitpun. Dan satu kata terucap dari
mulutnya........cu.!
Matahari semakin meninggi, canda dan tawa anak
sekolah mulai tak terdengar lagi, hanya beberapa anak yang sedang mengayuh
sepeda dengan kecepatan tinggi berharap mereka tidak terlambat mengikuti
pelajaran pagi itu. Kini andi telah duduk dengan pandangan mata yang kosong
tanganya menggaruk-garuk kepala dan kakinya meraba-raba mencari sandal jepit
bawaanya. Kedua tangan yang tadi di letakan di kepala kini berubah posisi
menuju saku celana panjang dan jaketnya. Dalam sakunya ia menemuka sebatang
rokok sisa tadi malam. Dengan rokok menyala yang menempel dibibirnya mulai ia
hisap dengan pelan dan mengeluarkanya. Ia mulai berpikir bagaimana ia pulang
kerumah sementara uang yang ada di kantongnya telah habis tadi malam.
Sepi, sunyi ia rasakan walaupun beberapa
angkutan kota lewat dan puluhan motor roda dua melaju. Tanpa teman tanpa lawan,
diam dan hanya diam, tak ada canda dan tak ada cerita. Dalam kesepianya ia
mulai teringat taman-teman di sekolah, ia teringat ketika ia dan temannya
sedang berada di perpus dan dimarahi petugas perpus karena berisik. Ia teringat
ketika mereka sedang berkejar-kejaran di halaman sekolah karena berebut kapur
untuk menggambar dipapan tulis. Ia juga teringat saat-saat dimana ia tidak bisa
menahan rasa malu ketika ia sedang bercerita dengan temanya di dalam kelas.
Waktu itu ia dan teman-teman sedang ansik
ngobrol tentang segenap rasa yang terpendam baik itu tentang kemarahan,
kekaguman, kebosana, maupun juga tetang perasaan suka dengan sesama jenis. Lima
dari teman teman andi sudah menceritakan apa yang dialaminya, kini tinggal
giliran andi. Ia bercerita tetag perasaan kagum yang teramat sangat mengganjal
dihatinya dan sangat sulit diucapkan. Ia terkagum-kagum kepada sesosok wanita
teman sekelasnya yang bernama tuti. Tuti yang mempunyai nama panjang Tuti
kurniawati, merupakan seorang anak yag pandai, cantik, lembut, tenang dan juga
menawan hati. Dengan tahi lalat yang ada diatas bibirnya yang menambah manis
setiap senyuman dan setiap perkataan yang muncul dari bibirnya. Dalam ceritanya
ia menceritakan perasaan yang sangat aneh ketika ia berhadapan dengan tuti bagi
andi tuti adalah sesosok bidadari yang selalu mandi tiga hari sekali yang
menimbulkan pelangi-pelangi dalam hidup andi.
Saat ia menceritakan semua kelebihan dan kekagumanya tentang tuti dan
saat itu pula ia membacakan sebuah puisi tentang kekagumaya pada tuti. Puisi
itu berbunyi
“Kini hari telah berganti
Kehidupan monoton yang dulu
kujalan, kan ku tinggal pergi
Dulu hanya hitam dan putih
Tapi Kini engakau hadir
Dengan sejuata warna pelangi
Yang selalu timbul tiap tiga hari
sekali
Setiap hari ingin kunikmati
Warna indah sang pelangi
Kini hari telah berganti
Dulu hanya canda dan benci
Kini kau bawakan cinta
Cinta dengan segala rasa yang beda
Tercampur menjadi sebuah
kenikmatan yang tiada tara
Tuti .....
Titik manis di atas bibirmu yang
mengalahkan madu
Tuti....
Tukang tipu yang membutakan hati
Tuti.....
Kini aku menemukan apa yang kau
cari”
Saat puisi itu selesai di bacakan ia sangat terkejut
ketika mendengar suara teriakan dan tepuk tangan yang sangat banyak dari arah
belakang dimana ia duduk. Tubuhnya bergetar dan seluruh darahnya seolah
mengalit ke kepala sehingga memerahkan mukanya. Dan saat ia menegok kebelakang
tanpa sadar ia melihat sosok yang sangat membuatnya malu dan gemetar tubuhnya
dia adalah tuti, tukang tipu yang membutakan hati. Dengan seribu ketenangan dan
sedikit kekaguman atas puisis yang telah ia dengar ia melemparkan senyuman
mautnya dan masih dengan tahi lalat di atas bibirnya. Dan selama hari itu ia
hidup dalam dunia kemaluan dan seribu senyuman yang selalu mengampirinya.
Senyuman kecil mulai terlihat pada diri andi yang masih
di pos ronda sendiri dan masih sendiri. . Entah apa yang terjadi dengan
hayalanya. Tiba-tiba senyuman lebarnya keluar ketika mengingat kejadian tadi
dan kembali menutup senyuman karena ia sadar ia akan disangka orang gila kalau
terus tersenyum, kini ia betul-betul sadar dan ia tahu apa yang akan dilakukanya.
Ia bergegas menuju sebuah kamar mandi yang terletak dibelakang pos ronda dimana
ia nongkrong. Malam yang penuh dengan kebohongan yang akan menjadi sebuah
sebuah duri yang menusuk jatung dan hati jikan andi mengetahui segala rahasia
yang ada pada setiap ucapan, tawa, dan juga terikan yang terjadi tadi malam. Andi
sosok baik hati pendiam dan juga penurut, dia merupakan anak seorang pengusaha
kayu yang terkenal dengan produk-produk yang yang tahan lama. Andi pulang dari
pos ronda yang tidak jauh dari rumahnya yang hanya berkisar 500m dengan nebeng
dengan seseorang yang sedang lewat.
Saat itu rumah sepi ayah dan ibu andi sedang pergi
kepasar untuk membeli beberapa keperluan dapur. Adiknya yang masih berumur 4th
ikut bersama mereka kepasar. Hari ini andi tidak masuk sekolah karena libur
satuhari setelah mengikuti latiha ujian nasional yang diadakan disekolahnya.
Karena begadang tadi malam badanya terasa kaku, lemas dan juga lengket. Ia
memutuskan untuk mandi dalam setiap air yangg mengalir di tubuhya ia mulai
teringat dengan apa yang telah ia lakukan tadi malam. Satu timba air pertama
mengingatkan ia saat bertemu dengan para sesepuh anak jalanan. Satu timba air
kedua mengingatkan ia meneguk minuma keras, satu timba ketiga ia teringat akan
aksi akting yang pura-pura mabuk padahal ia tidak mabuk sama sekali ia hanya
pura-pura tidak sadarkan diri. Dalam hati ia tertawa menganggap remeh orang
yang minum dan pura-pura mabuk untuk mendapatkan predikat sebagai seorang
yang...dan juga mendapakan sebuah cerita yang akan di ceritakan kepada
teman-temanya yang suka mabuk pada saat di tempat nongkrong. Dan itu semua
tentang pengakuan karena setiap mereka mabuk itu hanya kalau bersama dengan
teman-teman mereka kalau sendiri dia tidak akan mabuk. Kalaupun ia mabuk
(sedang minum minuman keras) ia akan jalan jalan dan mengunjungi temanya agar
mereka tahu bahwa ia sedang mabuk dengan bau yang has dari minuman yang keluar
dari muutnya. Itu adalh salah satu pengetahuan yang andi dapat dari semalam
tentang pengakuan, tentang segala sesuatu yang dilakukan yang dilakukan untuk
mendapatkan perhatian dan tepuk tangan dari semua teman.
No comments:
Post a Comment